Dan Waktu

Author: Kang Awan /

kau tahu?
berapa juta detik aku telah berdiri
mulai teriak, merangkak, melangkah
untuk setiap debar jantung
untuk semua nafas yang terhembus
waktuku tak mampu surut
barang setapak

aku rindu pulang
kembali ketika aku masih menjadi satu dari sejuta
kembali ke tempat kelam
diantara delapan belas purnama

waktu tak pernah membuatku menang
bahkan ketika semua mengantarkan ku pergi
hingga aku tinggal sendiri
semua debar itu terasa
dari peluh yang banjir lagi membara
tak juga aku menang

ketika waktu mengantarkan
saat gunung telah lepas
dan lautan telah kering
ketika kita semua bertelanjang
aku tidak juga menang

menang membuatku berhenti
kalah membuatku berlari
aku cuma ingin tersenyum
diakhir waktu

Di antara Kepungan Debu

Author: Kang Awan /

Bagaimana peluh?
pernah dia bercerita kepadamu
saat air garam melewati pori
dan napas tersengal
ketika urat-uratmu kelelahan


Sudahkah engkau bercerita
kepada tujuh keturunanmu
dari temurun
ketika ragamu usang
dan pundakmu peot
kau masih tersenyum


Dan pernahkah engkau mengeja
bagaimana terik mengupas ari
saat pigmenmu bergumul
dan hitam mentato epidermismu
kau masih tegar
di situ juga ada senyum


Diantara kepungan debu
demi anakmu
demi cucu yang belum terlahir
kau membangun rumah-rumah batu
dengan tiang pancang menusuk bumi
kau beri mereka hidup
demi manusia hingga akhir waktu


Dan teriakan-teriakan muncul
sesekali uratmu menegang
matamu rabun dan mereka membuta
tersenyummu tak tersampaikan
ceritamu dianggap usang
hingga akhir waktu kau masih tersenyum
diantara kepungan debu

Jika Senyum Telah Mati

Author: Kang Awan /

Jika senyum telah mati
engkau bagaimana?
saat warna gigi tak lagi putih
juga tak menguning
cuma ada sapuan merah bibir
sunggingmu terkubur


Dulu bahkan aku bisa melihat
jelas di retinaku warna lidahmu
kau mengakak
keras, bahkan langit pecah
namun sekarang cuma ada diam
bahkan lebih membisu dari tembok-tembok berlumut


Aku harus bagaimana
pesan telah terkirim
dering masih menyisakan gema
namun kamu diam, tak membalas
kalut aku dalam kebingungan
menunggumu tersenyum


Aku tak mengerti
bagaimana senyum itu mampu hilang
mukamu cuma datar tak memberi kabar
atau memang telah waktunya
bahkan senyumpun memiliki masa

Lelaki Majemuk

Author: Kang Awan /

Engkau tidak asing,
tidak juga sendiri
lelaki majemuk.


Bahasamu masih sempurna,
tutur katamu masih seperti dulu
ketika lantang suara membuka mata
waktu azan pertamaku


Engkau masih tersenyum,
tidak pernah kaku
hanya kulitmu mulai memudar
dan peyot punggungmu kentara


Seperti dulu,
sebelum matahari muncul kau telah pergi
dan akan kembali ketika matahari benar-benar mati
untukku, dan semua naunganmu


Kita memang tak serupa,
kadang aku membantah, kadang engkau
masing-masing kita melihat jalan dalam hidup
ada banyak pilihan untuk digenggam


Lelaki majemuk,
tak akan pernah sendiri lagi tak asing
inginku selalu mewarta tentangmu
tentang rinduku yang terus membumbung
bahkan sebelum habis usia.